Senin, 24 Oktober 2011

Ganja Sebagai Sumber Energi Alternatif

I. PENDAHULUAN
Kata Pengantar
            Pembelajaran Ilmu Alamiah Dasar terutama diperguruan tinggi bertujuan untuk memampukan pembelajar menulis ilmiah untuk berbagai keperluan dalam berbagai konteks dengan tepat dan wajar. Oleh karena itu pembelajaran dipusatkan pada aktifitas yang mengharuskan pembelajar melatih kemampuan karya tulis ilmiahnya dengan baik dan benar.
            Tulisan ini disusun dan dibuat berdasarkan tugas karya tulis ilmiah yang ditugaskan oleh Ibu Erma Triwati Christina, dosen ilmu alamiah dasar Universitas Gunadarma, Indonesia.
            Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk membagi dan sharing ilmu serta pengetahuan ilmu alamiah dasar utamanya mengenai “Ganja Sebagai Sumber Energi Alternatif”, yang dielaborasi dan dikolaborasikan oleh penulis berdasarkan dari berbagai sumber yang ada.
            Akhirnya, semoga tulisan ini ada manfaatnya dan dapat menjadi referensi atau ilmu yang dapat diterima dan dipergunakan bagi pembaca. Kritik dan saran pembaca akan sangat penulis hargai.
                                                        
                                                                                                         Bogor, Oktober 2011


                                                                                                                        Penulis



II. Ganja Sebagai Sumber Energi Alternatif
Indonesia merupakan salah satu negara pemilik hutan hujan tropis (rainforest) terbesar di dunia. Beragam jenis tanaman yang berpotensi untuk diolah menjadi biofuel, tumbuh berkembang di negara ini. Selain kelapa sawit dan tebu yang sudah lazim dijadikan biofuel ada satu jenis tanaman lain di Indonesia yang berpotensi untuk diolah menjadi bahan bakar, yaitu ganja atau yang dikenal juga sebagai cannabis, marijuana, hemp atau hasish. Walaupun bukan tanaman asli Indonesia, ganja dapat tumbuh dengan baik di hampir seluruh wilayah perbukitan di Aceh. Kualitas ganja Aceh pun sangat terkenal di dunia. Sayangnya, ganja diasosiasikan dengan tanaman yang dapat dihisap daunnya dan membuat mabuk penghisapnya. ganja dimasukkan ke dalam kategori narkotika dan penggunaannya dilarang di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia.

Padahal, dalam beberapa dekade terakhir, banyak peneliti di dunia yang telah mengembangkan penelitian tentang pengolahan ganja menjadi bahan bakar. Ayhan Demirbas, pakar energi dari Turki, dalam bukunya, Green Energy and Technology-Biofuels: Securing the Planet’s Future Energy Needs, memasukkan ganja ke dalam daftar oil species for biofuel production. Ia mengungkapkan bahwa senyawa organik yang terkandung di dalam tanaman ganja dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel.

Peneliti lain, Claus Brodersen, Klaus Drescher dan Kevin McNamara, dalam bukunya Economics of Sustainable Energy in Agriculture mengungkapkan bahwa ganja merupakan salah satu tanaman penghasil biomass energy. Biomassa dapat dikonversi menjadi metana, metanol, atau bensin yang biayanya jauh lebih kecil dibandingkan dari biaya saat ini untuk bahan bakar minyak, batu bara, atau energi nuklir.

kemudian Michael Starks, dalam bukunya Marijuana Chemistry: Genetics, Processing and Potency, menerangkan dengan jelas senyawa organik yang terkandung dalam setiap bagian tanaman ganja. Salah satu bagian tanaman ganja yang berpotensi menghasilkan minyak adalah batang tanamannya.

Menurut para ilmuwan di University of Connecticut, Amerika Serikat, cannabis sativa --nama latin ganja-- yang selama ini dianggap sebagai tanaman ilegal ternyata memiliki karakteristik yang menjadikannya layak sebagai bahan baku biodiesel.

Hal tersebut terbukti pada saat uji coba laboratorium yang dilakukan oleh mereka. Efisiensi konversinya mencapai 97% dan jika dibandingkan dengan biodiesel lain yang ada di pasaran saat ini maka biodiesel ganja bisa digunakan pada suhu lebih rendah. Selain itu tanaman tersebut mampu tumbuh di tanah yang tidak subur sehingga tidak mengganggu lahan produktif untuk tanaman pangan.

Ganja telah dikenal lama sebagai tanaman yang memiliki kemampuan untuk tumbuhan liar dan tidak memerlukan perawatan khusus. Orang sudah sejak lama memanfaatkan tanaman rami --atau disebut industrial hemp-- tersebut untuk berbagai keperluan industri dan makanan. Bijinya yang seringkali dibuang setelah tanaman rami untuk industri tersebut dipanen, menurut Richard Parnas --profesor Teknik Kimia, Bahan dan Biomolekuler di University of Connecticut yang memimpin tim ilmuan itu--, memiliki kandungan minyak nabati yang berpotensi sebagai bahan bakar. Meski tanaman tersebut merupakan tanaman ilegal di banyak negara, tetapi menurut profesor Parnas ada perbedaan besar antara industrial hemp dengan ganja lainnya dalam satu keluarga cannabaceae. Ganja yang digunakan untuk industri hanya memiliki kurang dari satu persen zat kimia psychoactive di dalam bunganya, sedangkan jenis lainnya memiliki hingga 22 persen.
Gagasan untuk memanfaatkan ganja sebagai energi alternatif yang murah pengganti minyak dan gas bumi ini menarik karena ganja dapat diubah menjadi “biomassa” yang pada gilirannya diubah menjadi energi. “Biomassa dapat dikonversi menjadi metana, metanol, atau bensin yang biayanya jauh lebih kecil dibandingkan dari biaya saat ini untuk bahan bakar minyak, batu bara, atau energi nuklir,” kata Jack Herer, seorang aktivis ganja dan penulis buku “The Emperor Wears No Clothes.”

III. Kesimpulan
Pada saat ini, Indonesia sedang dilanda krisis energi. Kelangkaan dan ketidakstabilan harga BBM merupakan persoalan yang selalu dihadapi rakyat miskin di Indonesia. Persoalan ini juga dirasakan oleh negara-negara lain di dunia. Berkurangnya cadangan minyak bumi dunia merupakan salah satu penyebab.

Dalam situasi sulit seperti itu, pemerintah Indonesia harus mengambil langkah konkret yang lebih jelas tujuannya, yaitu menyejahterakan rakyat. Tidak hanya menaikkan dan menurunkan harga BBM secara politis sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini. Kebijakan politis seperti itu tidak akan menyelesaikan persoalan bangsa.

sudah saatnya pemerintah Indonesia mengembangkan teknologi bahan bakar alternatif. Harapannya, ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi dan batubara dapat teratasi.

bahan bakar bio seharusnya tidak berasal dari bahan pangan ataupun tanaman non pangan yang hanya mampu tumbuh optimal di lahan produktif. Jika demikian halnya maka ganja menjadi pilihan terbaik dibandingkan tanaman lainnya. Karena karakteristik pertumbuhan tanaman ganja dapat tumbuh di hampir semua iklim atau kondisi tanah di bumi, bahkan di wilayah yang kering.

Kalau Setiap setengah hektar lahan ganja dapat menghasilkan 1.000 galon metanol. Bahan bakar dari ganja, maka hanya diperlukan enam persen (6%) dari seluruh wilayah pertanian di benua Amerika untuk memenuhi kebutuhan biomassa dari tanaman ganja yang dapat digunakan sebagai pengganti energi gas/minyak di Amerika dan ini dapat mengakhiri ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Jika ganja mempunyai potensi sebagai bahan bakar bio, maka alih-alih menggunakannya untuk ''menerbangkan'' seseorang, tanaman tersebut akan memberikan manfaat lebih jika digunakan untuk ''menerbangkan'' mobil diesel.

IV. Daftar Pustaka
  • Demirbas Ayhan, “Green Energy and Technology-Biofuels: Securing the Planet’s Future Energy Needs”, Turki
  • Claus Brodersen, Klaus Drescher dan Kevin McNamara, “Economics of Sustainable Energy in Agriculture”, Amerika
  • Starks Michael, “Marijuana Chemistry: Genetics, Processing and Potency”
  • http://www.globalhemp.com/  


Nama : Galuh Adhitia Putra
Npm : 53211000
Kelas : 1DF01


Nama : Billy Clinton Andira
Npm : 59211383
Kelas : 1DF01

    1 komentar: