PENDAHULUAN
Kata Pengantar
Pembelajaran Ekonomika terutama diperguruan tinggi bertujuan untuk memampukan pembelajar memahami ilmu ekonomi untuk berbagai keperluan dalam berbagai konteks dengan tepat dan wajar. Oleh karena itu pembelajaran dipusatkan pada aktifitas yang mengharuskan pembelajar melatih kemampuan dalam bidang ekonomi dengan baik dan benar.
Tulisan ini disusun dan dibuat berdasarkan tugas kelompok mata kuliah Ekonomika yang ditugaskan oleh Ibu Sri Rahayu, dosen Ekonomika Universitas Gunadarma Indonesia.
Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk membagi dan sharing ilmu serta pengetahuan ilmu ekonomi utamanya mengenai “Barang Publik dan Eksternalitas” yang semuanya itu dielaborasi dan dikolaborasikan oleh penyusun berdasarkan dari berbagai sumber yang ada.
Akhirnya, semoga tulisan ini ada manfaatnya dan dapat menjadi referensi atau ilmu yang dapat diterima dan dipergunakan bagi pembaca. Kritik dan saran pembaca akan sangat penulis hargai.
Depok, November 2011
Penyusun
BARANG PUBLIK DAN EKSTERNALITAS
EKSTERNALITAS
Dalam suatu perekonomian moderen, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem, maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang tidak melalui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas.
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Dalam literatur asing, efek samping mempunyai istilah seperti : external effects, externalities, neighboorhood effects, side effects, spillover effects (Sudgen and williams, 1990, Mishan 1990, Zilberman and marra, 1993). Efek samping dari suatu kegiatan atau transaksi ekonomi bisa positif (positive external effects, external economic) maupun negatif (negative external effects, external diseconomic). Dalam kenyataannya, baik dampak negatif maupun efek positif bisa terjadi secara bersamaan dan simultan. Dampak yang menguntungkan misalnya seseorang yang membangun sesuatu pemandangan yang indah dan bagus pada lokasi tertentu mempunyai dampak positif bagi orang sekitar yang melewati lokasi tersebut. Sedangkan dampak negatif misalnya polusi udara, air dan suara.

A. JENIS-JENIS EKSTERNALITAS
Efisiensi alokasi sumber daya dan distribusi konsumsi dalam ekonomi pasar dengan kompetisi bebas dan sempurna bisa terganggu, jika aktivitas dan tindakan individu pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen mempunyai dampak (externality) baik terhadap mereka sendiri maupun terhadap pihak lain. Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini (Pearee dan Nash, 1991; Bohm, 1991) :
1. Efek atau dampak satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers on other producers)
2. Efek atau dampak samping kegiatan produksi terhadap konsumen (effects of producers on consumers)
3. Efek atau dampak dari suatu konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers)
4. Efek akan dampak dari suatu konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers)
1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain

2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen
Suatu produsen dikatakan mempunyai ekternal efek terhadap konsumen, jika aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumahtangga (konsumen). Dampak atau efek samping yang sangat populer dari kategori kedua yang populer adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena pertambangan, bahaya radiasi dari stasiun pembangkit (polusi udara) serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyamanan konsumen atau masyarakat luas. Dalam hal ini, suatu agen ekonomi (perusahaan-produsen) yang menghasilkan limbah (wasteproducts) ke udara atau ke aliran sungai mempengaruhi pihak dan agen lain yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, kepuasan konsumen terhadap pemanfaatan daerah-daerah rekreasi akan berkurang dengan adanya polusi udara.
3. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain

4. Dampak Konsumen Terhadap Produsen
Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumahtangga terbuang ke aliran sungai dan mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air baik oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih.
Lebih jauh Baumol dan Oates (1975) menjelaskan tentang konsep eksternalitas dalam dua pengertian yang berbeda :
1. Eksternalitas yang bisa habis (a deplatable externality) yaitu suatu dampak eksternal yang mempunyai ciri barang individu (private good or bad) yang mana jika barang itu dikonsumsi oleh seseorang individu, barang itu tidak bisa dikonsumsi oleh orang lain.
2. Eksternalitas yang tidak habis (an udeplatable externality) adalah suatu efek eksternal yang mempunyai ciri barang publik (public goods) yang mana barang tersebut bisa dikonsumsi oleh seseorang, dan juga bagi orang lain. Dengan kata lain, besarnya konsumsi seseorang akan barang tersebut tidak akan mengurangi konsumsi bagi yang lainnya.

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EKSTERNALITAS
Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena :
- salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya publik,
- ketidaksempurnaan pasar.
- kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi.
Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang. Bagaimana mekanisme timbulnya eksternalitas dan ketidakefisienan dari alokasi sumber daya sebagai akibat dari adanya faktor diatas diuraikan satu per satu berikut ini.
BARANG PUBLIK
Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat.
Kajian ekonomi sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang publik atau barang umum ini (common consumption, public goods, common property resources). Ada dua ciri utama dari barang publik ini.

- barang ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (non-rivalry in consumption).
- tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa penawaran tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya. Barang publik yang berkaitan dengan lingkungan meliputi udara segar, pemandangan yang indah, rekreasi, air bersih, hidup yang nyaman dan sejenisnya.
Satu-satunya mekanisme yang membedakannya adalah dengan menetapkan harga (nilai moneter) terhadap barang publik tersebut sehingga menjadi bidang privat (dagang) sehingga benefit yang diperoleh dari harga itu bisa dipakai untuk mengendalikan atau memperbaiki kualitas lingkungan itu sendiri. Tapi dalam menetapkan harga ini menjadi masalah tersendiri dalam analisa ekonomi lingkungan. Karena ciri-cirinya diatas, barang publik tidak diperjualbelikan sehingga tidak memiliki harga, barang publik dimanfaatkan berlebihan dan tidak mempunyai insentif untuk melestarikannya. Masyarakat atau konsumen cenderung acuh tak acuh untuk menentukan harga sesungguhnya dari barang publik ini. Dalam hal ini, mendorong sebagain masyarakat sebagai “free rider”.
Sebagai contoh, jika si A mengetahui bahwa barang tersebut akan disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B. Jika akhirnya si B berkeputusan untuk menyediakan barang tersebut, maka si A bisa ikut menikmatinya karena tidak seorangpun yang bisa menghalanginya untuk mengkonsumsi barang tersebut,

SUMBER DAYA MILIK BERSAMA
Keberadaan Sumber daya milik bersama (common resources) atau akses terbuka terhadap sumber daya tertentu ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik diatas. Sumber-sumber daya milik bersama, sama halnya dengan barang-barang publik, tidak ekskludabel. Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya, dan Cuma-Cuma. Namun tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama memiliki sifat bersaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang, akan mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Jadi, keberadaan sumber daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang efisien. Contoh klasik tentang bagaimana eksternalitas terjadi pada kasus SDB ini adalah seperti yang diperkenalkan oleh Hardin (1968) yang dikenal dengan istilah Tragedi Barang Umum (the Tragedy of the Commons).
TRAGEDI BARANG UMUM DAN SUMBER DAYA MILIK BERSAMA
Ada satu pelajaran penting yang terkandung dalam kisah Tragedi Barang Umum ini, yakni pada saat seseorang memanfaatkan suatu sumber daya milik bersama, pada saat itu pula ia mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk melakukan tindakan serupa. Akibat adanya eksternalitas negatif, pemanfaatan setiap sumber daya milik bersama selalu cenderung berlebihan. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dapat menerapkan regulasi atau memberlakukan pajak. Atau, pemerintah bisa mengubah sumber daya milik bersama itu menjadi barang swasta.

Pelajaran dasar ini ternyata sudah diketahui sejak ribuan tahun yang lampau. Filsuf Yunani kuno, Aristoteles, pernah mengutarakan masalah yang terkandung dalam sumber daya milik bersama : “Apa yang diperuntukkan bagi orang banyak, tidak akan dipelihara secara memadai, karena semua orang mengutamakan kepentingannya sendiri dibanding kepentingan orang lain”.
SWASTA TIDAK MAMPU MENYEDIAKAN BARANG-BARANG PUBLIK DAN SUMBER DAYA MILIK BERSAMA
Logika teorema Coase memang meyakinkan, namun tidak selamanya sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalam prakteknya, kita tahu bahwa pelaku-pelaku ekonomi swasta/pribadi seringkali gagal memperoleh pemecahan yang efisien, atas suatu masalah yang bersumber dari eksternalitas.
Teorema Coase ternyata hanya berlaku, jika pihak-pihak yang berkepentingan tidak dihadapkan pada kendala untuk mencapai dan melaksanakan kesepakatan. Itu berarti, peluang kesepakatan memang selalu terbuka, namun hal itu tidak selalu bisa diwujudkan. Kesepakatan untuk mengatasi persoalan eksternalitas seringkali gagal dicapai, jika pihak-pihak yang terlibat diharuskan menanggung biaya-biaya transaksi. Yang disebut sebagai biaya-biaya transaksi (transaction costs) adalah berbagai bentuk biaya yang harus dibayar, ketika pihak-pihak yang berkepentingan itu tengah menjalani negoisasi atau tawar menawar. Dalam contoh kasus diatas, umpamakan saja Dick dan Jane berasal dari negara berbeda, sehingga bahasanyapun berbeda. Sekedar untuk bernegosiasi, keduanya harus menyewa penerjemah. Kalau sudah begitu, Dick dan Jane akan enggan melakukan negoisasi, apalagi jika biaya sewa penerjemahnya mahal. Dalam kenyataannya, perusahaan-perusahaan seringkali enggan melakukan negoisasi untuk mengatasi eksternalitas diantara mereka, karena mahalnya ongkos jasa pengacara yang menyusun agenda perundingan atau draft kerjasama.

Sebagai contoh, ada sebuah pabrik yang mencemari sebuah danau didekatnya. Polusi ini sangat merugikan para nelayan yang mencari nafkah di danau tersebut. Menurut teorema Coase, jika terjadinya polusi itu merupakan suatu kondisi yang tidak efisien, maka pemilik pabrik dan para nelayan akan terdorong merundingkan pemecahannya. Jika kita asumsikan bahwa pabrik itu punya hak legal untuk berpolusinya, solusinya bisa berupa pemberian ganti rugi kepada pabrik agar tidak berpolusi. Namun jika jumlah nelayannya banyak, dan masing-masing punya pendapat atau perhitungan sendiri, maka biaya koordinasinya menjadi begitu mahal, sehingga kemungkinan besar negoisasi antara pabrik dan nelayan tidak dapat dilangsungkan.

Jika penyelesaian swasta gagal, maka pemerintah harus turun tangan. Lagipula, pemerintahan memang merupakan suatu institusi yang sengaja dibentuk, untuk bertindak mewakili kepentingan bersama. Dalam contoh kasus di atas, pemerintah dapat mewakili para nelayan, mengingat mereka sulit bertindak sendiri. Pada bagian pembahasan berikut, kita akan menelaah bagaimana pemerintah dapat mengupayakan pemecahan atas adanya masalah eksternalitas.
Galuh Adhitia Putra
53211000
1DF01
Ekonomika
Kelompok 5 (BAB14)
Ekonomika
Kelompok 5 (BAB14)